3/17/2010

KEMU’JIZATAN AL-QUR’AN DARI SEGI BAHASA & ISYARAT ILMIYAH


Al-Qur’an akan selalu memancarkan cahaya kebenaran, dan setiap yang memandang dari berbagai sisinya akan menemukan kilauan kebenaran yang mungkin akan berbeda dari cahaya yang dipandang orang lain. Dan setiap kilauan cahaya itu adalah kebenaran adanya. Begitulah al-Qur’an sebagai kitab mukjizat dan hidayah hingga akhir zaman. PENDAHULUAN Al-Qur’an adalah kitab petunjuk dan hidayah bagi manusia dan seluruh makhluq yang bertaqwa di atas bumi ini sesuai dengan penegasan Al-Qur’an : “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (QS 2:2), agar dapat hidup teratur dan tertib serta benar dalam kehidupan ini. Seluruh alam yang luas beserta isinya dari bumi, laut dan segala isinya akan menjadi kecil dihadapan manusia yang lemah, karena ia telah diberi keistimewaan-keistimewaan seperti kemampuan berpikir untuk mengelola seluruh yang ada dihadapannya. Akan tetapi Allah tidak akan membiarkan manusia tanpa adanya wahyu pada setiap masa, agar mendapat petunjuk dan menjalankan kehidupannya dengan terang dan benar. Maka Allah mengutus Rasul-Nya dengan mu’jizat yang sesuai dengan kecanggihan kaum pada masanya, agar manusia mempercayai bahwa ajaran yang ia bawa datang dari Allah SWT. Oleh karena akal manusia pada masa pertama perkembangannya lebih dapat menerima mu’jizat yang bersifat materi seperti mu’jizat tongkat Nabi Musa yang bisa berubah menjadi ular besar, mu’jizat Nabi Isa dapat menghidupkan orang yang mati dengan izin Allah, dapat menyembuhkan orang buta maka setiap Rasul pun diutus dengan mukjizat yang sesuai dengan kemampuan kaumnya agar mudah diterima. Ketika akal manusia mencapai kesempurnaannya Allah memberikan risalah Muhammad yang kekal kepada seluruh umat manusia yang tidak terbatas pada kaum di masanya saja. Maka mu’jizatnya adalah mu’jizat yang kekal sesuai dengan kematangan perkembangan akal manusia. ( al-Qattan, 1995 ; 257) Dan pada masa kesusastraan bahasa Arab yang tinggi pada waktu itu. A. Mukjizat Al-Qur’an ditinjau dari Aspek kebahasaan Al-Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad Saw. Keahlian mereka adalah bahasa dan sastra Arab. Penyair mendapat kedudukan yang sangat istimewa dalam masyarakat Arab, sebenarnya mereka yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an adalah masyarakat yang paling mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan Al-Qur’an. Tetapi sebagian mereka tidak dapat menerima Al-Qur’an karena pesan-pesan yang dikandungnya merupakan sesuatu yang baru, disamping tidak sejalan dengan adat kebiasaan dan bertentangan dengan kepercayaan mereka. Namun mereka tidak semuanya menolak, oleh karena itu sesekali mereka menyatakan bahwa al-Qur’an adalah syair, karena mereka menyadari keindahan susunan dan nada irama Al-Qur’an yang sangat menyentuh bagaikan syairnya para penyair ulung, padahal bukan syair, bahkan mereka menuduh bahwa Al-Qur’an adalah sihir ulung dan perdukunan. (Shihab, 2001 :112) Dari telaah diatas penulis dapat tarik kesimpulan bahwa keunikan dan keistimewaan Al-Qur’an dari segi bahasa merupakan kemukjizatan pertama yang ditujukan kepada masyarakat Arab yang dihadapi Al-Qur’an pada masa turunnya, justru kemukjizatan yang dihadapkan kepada mereka ketika itu bukan dari segi isyarat ilmiahnya atau segi pemberitaan gaibnya, karena kedua aspek ini berada di luar pengetahuan dan kemampuan mereka. Sementara kalau seseorang atau masyarakat tidak dapat mengetahui atau merasakan betapa indah dan teliti bahasa Al-Qur’an, bukan berarti aspek ini tidak ditantangkan kepada mereka. Hal ini juga tidak mengurangi keistimewaannya dari segi bahasa. Akan tetapi karena mereka tidak memahaminya, maka perlu ditampilkan aspek lain dari keistimewaan Al-Qur’an yang mereka pahami seperti isyarat ilmiah atau pembeeritaan gaibnya, maka kalau pada saat ini ada seorang yang merasa mampu dalam bidang bahasa, maka Al-Qur’an akan tetap tampil menantangnya dalam bidang kebahasaan. Seperti tantangan Al-Qur’an untuk menyusun serupa dengannya, atau menyusun lebih kurang dari sepuluh surat saja. (al-Zarqani, tt :333) Bahasa Arab sejak masa turunnya Al-Qur’an hingga saat ini telah melewati periode-periode yang beraneka ragam, baik masa kejayaan atau masa kemundurannya, pada masa peradaban dan masa primitf, namun Al-Qur’an tetap berada “diatas” dari hasil seluruh karya yang ada. Karena di dalamnya terdapat susunan kata-kata yang istimewa, terdapat hakekat dan majaz, ijaz dan ithnab. (al-Qattan, 1995 : 265) Kemukjizatan dari segi bahasa ini dapat diteliti dari hal-hal sebagai berikut; Susunan Kata dan Kalimat Al-Qur’an yang bercirikan; 1. Mempunyai nada dan langgamnya yang terasa berbeda dari yang lainnya, bukan syair ataupun puisi, namun terasa terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya. Nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menagis dan bersuka-cita. Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata-kata yang dipilih melahirkan keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya. Serperti misalnya dalam surat An-Nazi’at 1-14. 2. Singkat dan Padat, Al-Qur’an memiliki keistimewaan bahwa kata dan kalimat-kalimatnya yang singkat dapat menampung sekian banyak makna, ia bagaikan berlian yang memancarkan cahaya dari setiap sisinya, jika dipandang dari satu sisi maka sinar yang dipancarkannya berbeda dengan sinar yang terpancar dari sisi yang lain. Boleh jadi apa yang dilihat seseorang berbeda dengan apa yang dilihat orang lain. Kita ambil firman Allah dalam Surah Al-Baqarah; (2 : 212) Ayat ini bisa berarti; a) Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa ada yang berhak mempertanyakan kepada-Nya mengapa Dia memperluas rezeki kepada seseorang dan mempersempit yang lain. b) Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa Dia memperhitungkan pemberian itu. c) Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa yang diberi rezeki tersebut dapat menduga kehadiran rezeki ini. d) Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa yang bersangkutan dihitung secara detail amal-amalnya. e) Allah memberikan rezeki kepada seseorang dengan jumlah rezeki yang amat banyak sehingga yang bersangkutan tidak mampu menghitungnya. (Shihab, 2001 :121) f) Mempunyai Keseimbangan Redaksi, Abdurraziq Naufal dalam bukunya Al-‘Ijaz Al-‘Adad Al-Qur’an Al-Karim (Kemukjiatan dari segi Bilangan dalam Al-Qur’an) yang terdiri dari tiga jilid, mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan tersebut, diantaranya; a) Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dngan antonimnya; Al-Hayah dan al-maut masing-masing 145 kali, an-nafa dan al-fasad masing-masing sebanyak 50 kali, al-harr dan al-bard masing-masing 4 kali. As-shalihat dengan as-sayyiat ada 167 kali. Dan banyak lagi lainnya. b) Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonim atau makna yang dikandungnya; Al-Harts dan az-zira’ah masing-masing 14 kali, al-‘ujub dengan al-ghurur ada 27 kali, adh-dhallun dan almauta ada 17 kali, al-Qur’an, wahyu dan al-islam masing-masing 70 kali. An-nur ada 49 kali. Demikian hasil penelitian Abdurrahman Naufal yang boleh jadi ada yang berkata bahwa keseimbangan-keseimbangan di atas merupakan kebetulan-kebetulan. Tapi kalau seandainya keseimbangan yang seperti itu ditemukan sekian banyak dalam Al-Qur’an, apakah yang demikian dapat dikatakan kebetulan. Dan masih banyak lagi ciri-ciri lain yang menunjukkan keunggulan redaksi dalam bahasa Al-Qur’an. B. Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an Sebelum menapaki pembahasan I’jaz ‘ilmy dalam Al-Qur’an, perselisihan para ulama sudah lama berlangsung antara pro dan kontra baik pada masa silam hingga masa kontemporer. Dalam kitabnya Jawhir Al-Qur’an, Imam Al-Ghazali menerangkan pada bab khusus bahwa seluruh cabang ilmu pengetahuan yang terdahulu dan yang kemudian, baik yang telah diketahui maupun yang belum, semua bersumber dari Al-Qur’an. Al-Imam As-Syatibi tidak sependapat dengan Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Muwafaqat, beliau berpendapat bahwa para sahabat tentu lebih mengetahui Al-Qur’an dan apa-apa yang tercantum di dalam nya, tapi tidak seorang pun di antara mereka yang menyatakan bahwa Al-Qur’an mencakup seluru cabang ilmu pengetahuan. Menurut penulis, dalam bahasan hubungan Al-Qur’an dan Ilmu pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul di dalamnya, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah, tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian Al-Qur’an dan sesuai juga dengan logika ilmu pengetahuan. Maka dari sini sebelum melangkah lebih jauh lagi terlebih dahulu perlu digaris bawahi bahwa Al-Qur’an bukan suatu kitab ilmiah sebagaimana halnya kita-kitab ilmiah yang dikenal selama ini. Dan letak kesalahan yang sudah umum adalah bahwa mereka mencoba untuk mengaitkan Al-Qur’an dengan setiap teori-teori ilmiah dan dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern. Sesudah itu ternyata apa yang dikaitkan tidak benar, karena mereka terlalu tergesa-gesa dalam membuat keputusan. Mungkin tujuan mereka yang utama adalah hendak menguatkan Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan. Akan tetapi sebenarnya Al-Qur’an itu tidak perlu dikuatkan lagi dengan ilmu pengetahuan harena Al-Qur’an bukanlah sebuah buku ilmu pengetahuan melainkan sebuah kitab petunjuk, akidah dan hidayah. (al-Sya’rawi, :107) Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah suatu kitab ilmiah yang dikenal selama ini; adalah sikap Al-Qur’an terhadap pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat Nabi tentang keadaan bulan: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan” (QS; 2:189), menurut ayat itu mereka bertanya mengapa bulan sabit terlihat dari malam ke malam membesar hingga perunama, kemudian sedikit demi sedikit mengecil hingga menghilang dari pandangan mata, pertanyaan diatas tidak dijawab Al-Qur’an dengan jawaban ilmiah yang dikenal oleh astronom, tetapi jawabannya justru diarahkan kepada upaya memahami di balik kenyataan itu. “Katakanlah, yang demikian itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.” (QS; 2:189). Mukjizat keilmiahan Al-Qur’an berarti bukan terdirinya atau karena cakupannya atas teori-teori ilmiah yang selalu terbaharui dan berganti sesuai dengan kemampuan dan usaha manusia. Akan tetapi letaknya pada perintah untuk berfikir yang menyuruh manusia untuk tadabbur dan berfikir hingga tidak lumpuh dan mandeg pikirannya. Malik Bin Nabi di dalam kitabnya Intaj Al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi Al-Fikri Al-Hadits, menulis; “Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan masalah serta sekumpulan metode yang dipergunakan menuju tercapainya masalah tersebut” selanjutnya ia menerangkan: “Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas dalam bidang-bidang tersebut, tetapi bergantung pula pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang mempengaruhi atau mendorongnya lebih jauh.” Seperti yang telah ditemukan oleh Galileo, ketika mengungkapkan penemuannya bahwa bumi ini beredar. Tetapi, masyarakat tempat ia hidup malah memberikan tantangan kepadanya atas dasar-dasar kepercayaan doma, sehingga Galileo pada akhirnya menjadi korban tantangan tersebut atau korban penemuannya sendiri. Perlu ditekankan disini bahwa hakikat-hakikat ilmiah yang disinggung Al-Qur’an, dikemukakaknnya dalam redaksi yang singkat dan sarat makna, sekaligus tidak terlepas dari ciri umum redaksinya yakni memuaskan orang kebanyakan dan para pemikir. Orang kebanyakan memahami redaksi tersebut ala kadarnya, sedangkan para pemikir melalui renungan dan analisais mendpatkan makna-makna yang tidak terjangkau oleh orang kebanyakan. Telah jelas dalam Ilmu Allah, bahwasanya sesudah beberapa abad sejak diturunkan Al-Qur’an. Dia mengetahui akan kedatangan segolongan manusia yang mengatakan sekarang telah berlalu jaman keimanan, dan mulailah jaman ilmu pengetahuan. Karena itulah Allah telah mencantumkan dalam Al-Qur’an mengenai gambaran-gambaran berbagai hakikat alamiah. Hal itu telah dijelaskan terlebih dahulu sejak 14 abad yang silam, sebelum disingkap oleh akal manusia, melainkan pada masa akhir-akhir ini saja. Dari sini kita memperhatikan, bahwasanya Al-Quran senantiasa memberikan pengertian yang baru mengenai kemukjizatannya. Sesuai dengan ayat berikut: ”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sindiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an adalah benar.” (Q.S. Fushshilat, 41:53) Seandainya Al-Qur’an menumpahkan semua pengertian atau kemukjizatannya hanya dalam bebrapa waktu, tahun, atau abad saja, niscaya abad-abad selanjutnya akan dilalui tanpa ada lagi kemukjizatan yang timbul. Oleh karena itulah Rasulullah Saw. Tidak menafsirkan wahyu-wahyu yang turun kepadanya selain hukum-hukum agama, sedangkan hukum Alam dari hal yang disingkapkan oleh Allah mengenai ilmu yang akan dicapai oleh manusia di masa depan, dan segala yang akan nyata bagi alam ini sesudah itu, maka Rasulullah tidak menerangkan penafsirannya. Sebab akal ketika saat turun wahyu, masih belum siap untuk memahami hakikat-hakikat alamiah itu. Maka yang diterangkan pada waktu itu hanya sedikit saja. Kembali kepada ayat diatas hurus “sin” dalam kalimat Sanurihim menunjukkan waktu akan datang, dan waktu (masa) depan itu tidak ada ujungya. Karena itu kita katakan bahwa Al-Qur’an akan terus berkelanjutan pada generasi sekarang dan sesudahnya, hingga hari kiamat. Disini Allah telah memberi tahu bahwa di masa depan akan tersingkap berbagai hakikat dan keterangan bagi setiap generasi. Akan tetapi bukanlah berarti bahwa kita boleh sewenang-wenang memberikan makna pada Al-Qur’an dengan sesuka hati, atau diperlakukan sama seperti buku-buku lain. Padahal Al-Qur’an diturunkan bukan untuk memberitakan rahasia-rahasia ilmu bangunan, astronomi, angkasa luar, atau yang lainnya. Akan tetapi Al-Qur’an adalah sebuah kitab petunjuk. Sebagaimana dijelaskan pada permulaan surat Al-Baqarah. Sebagai contoh salah satu ayat yang menunjukkan isyarat ilmiah Al-Qur’an adalah; Ihwal Awan Tidakkah kamu melihat (bagaimana) Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan (bagian-bagiannya), kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kamu melihat hujan keluar dari celah-celahnya (awan). Allah juga menurunkan (butiran-butiran) es bermula dari langit (yatiu dari gumpalan-gumpalan awan) seperti gunung-gunung, maka ditimpakannya kepda siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkannya dari siapa yang dikehendakiNya. Kailauan kilatnya hampr-hampir menghilangkan penglihatan. (QS An-Nur; 24:43) Ayat ini berbicara tentang awan dan proses terjandinya hujan. Hal-hal yang diinformasikan oleh ayat di atas adalah; Proses turunnya hujan dimulai dari pembentukan awan tebal karena adanya dorongan angin sedikit demi sedikit. Para ilmuwan menjelaskan bahwa awan tebal bermula dari dorongan angin yang menggiring kawanan awan kecil menuju ke daerah pusat pertemuan awan (convergence zone). Pergerakan bagian-bagian awan ini menyebabkan bertambahnya jumlah uap air dalam perjalanannya terutama di sekitar pusarnya itu. (Tidakkah kamu melihat bagaimana Allah mengarak awan). Awan yang dimaksud di sini adalah awan tebal. Al-Qur’an juga menginformasikan bahwa angin berfungsi mengumpulakan bagian-bagian awan tersebut. Dalam ayat lain dijelaskan “Kami meniupkan angin untuk mengawinkan, maka kami turunkan dari langit hujan dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya”. (QS; Al-Hijr 15:22). Kata mengumpulkan dalam ayat An-Nur di atas sama maksudnya dan ditafsirkan caranya oleh kata (mengawinkan) dalam ayat Al-Hijr ini. Hal ini berarti ada awan positf dan awan negatif yang digabung oleh angin sehingga menurunkan hujan. Coba kita cermati disini siapakah yang memberi tahu Nabi Muhammad Saw. Tentang proses tersebut? Padahal hakikat ilmiah ini baru saja ditemukan oleh para ilmuwan. Selain yng disebut di atas, masih erdapat sederetan isyarat-isyarat Ilmiah Al-Qur’an yang dikemukakan oleh para pakar, yang tidak dirinci pada makalah yang sangat terbatas ini. C.PENUTUP Telah terdapat sekian banyak kebenaran ilmiah yang dipaparkan oleh Al-Qur’an, tetapi tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut adalah untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan Ke EsaanNya, serta mendorong manusia seluruhnya untuk mengadakan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya. Selalu kita ingatkan bahwa Al-Qur’an bukanlah sekedar kitab yang mempunyai Mukjizat, akan tetapi lebih dari itu ia adalah kitab petunjuk dan hidayah yang memberi jalan terang dan lurus menuju ridha Allah Swt. Dengan sekelumit pembahasan I’jaz Al-Qur’an ini semoga keyakinan dan keimanan kita akan semakin bertambah kepada ke Agungan dan ke-Besaran serta keimanan dan ketakwaan kita semua. Amiin By : Ust. A. Zainul Hakim, SEI.


2 komentar:

ilmi mengatakan...

al-quran penuh dengan mukjizat...terima kasih postingannya.
http://kafebuku.com/miracle-of-the-quran/

Anonim mengatakan...

subhanallah
Al qur'an memang petunjuk untuk manusia
BY:uchiha

About this blog

Powered By Blogger

Followers

SYABAB.COM - membuka cakrawala dunia

Hizbut Tahrir Indonesia

Search


Recent Posts

Recent comments

Search

Menu

On DVD

waktu

Pages